Apa
kalian percaya kalau kalian dapat mengubah takdir? Pada dasarnya kita sebagai
manusia hanya bisa berusaha, dan pada akhirnya hanya tuhan lah yang dapat
menentukan takdir kita semua.
Aku
berjalan pelan sambil menunduk, tidak peduli dengan suasana dingin yang menusuk
langsung ke tulangku. Dengan membawa seikat bunga aku berjalan memasuki area
pemakaman umum. Kuedarkan pandangan kosongku ke segala penjuru, sepi. Sudah
kuduga, lagipula siapa yang mau berada di pemakaman pada pagi buta? Ya kecuali
aku tentunya.
Aku
terus berjalan dan berjalan hingga akhirnya aku berhenti tepat di depan sebuah
batu nisan, batu nisan yang tertuliskan sebuah nama, nama seseorang yang sangat
ku cintai.
“Hehe
maaf aku datangnya kepagian, karena habis ini ada rapat yang harus kuhadiri.”
Diam.
“Hei
aku membawakanmu bunga matahari, bunga favoritmu.”
Hening.
Kulihat
bunga matahari yang kutaruh minggu lalu sudah mulai layu dan mengering.
“Baiklah
kutaruh disini ya.” Kuambil bunga yang layu itu dan menggantinya dengan bunga
yang kubawa. Lalu aku berdoa dan setelahnya bersiap untuk pergi.
“Yosh,
aku akan kembali minggu depan. Maaf aku gak bisa lama-lama.”
Nama
yang bertuliskan di batu nisan ini adalah...
“Sampai
jumpa vin.” Aku pergi menjauhi makamnya.
Ratu
Vienny Fitrilya. Orang
yang sangat kucintai yang pergi meninggalkanku karena sebuah kecelakaan 3
minggu yang lalu. Memang kecelakaan itu bukanlah kesalahanku, tapi entah kenapa
aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri setelah kejadian itu.
Flashback
Saat
ini aku sedang berada di kantorku, merapikan document-document yang baru saja
akan kuserahkan ke atasanku untuk ditandatangani. Ketika aku selesai menaruh
semua document itu di atas meja, aku bersiap untuk pulang karena memang tugas
ku telah selesai untuk hari ini. Saat aku sedang bersiap-siap merapikan
barang-barangku tiba-tiba ada panggilan masuk ke handphone ku. Kulihat di layar
siapa yang meneleponku disaat seperti ini, Vienny. Kukerutkan alisku,
tidak biasanya dia menelponku di jam segini. Tanpa menunggu lama segera
kuangkat telfon darinya, jika dia menelfonku di jam segini pasti ada sesuatu yang
penting, entahlah atau hanya perasaanku saja.
“Halo.”
“Ah
halo hehe..”
“Ada
apa vin?”
“Um..
kamu ntar pulang jam berapa?”
“Sebentar
lagi pulang kok, ada apa vin? ga biasanya kamu nelfon aku jam segini.”
“Ano..
ketemuan di taman yuk.”
“Sekarang?”
kulihat lewat jendela langit sangat gelap, menandakan sebentar lagi akan turun
hujan, mungkin akan ada hujan badai? Karna saking gelapnya langit yang kulihat.
“Mendung
vin, kalau kau mau ketemuan kita ketemuan di rumahmu saja.”
“Aku
lagi mau main ke taman sama ketemu kamu.”
“Tapi
sebentar lagi bakal hujan vin, kamu...”
“Gapapa,
aku bawa payung kok hehe.” Perkataanku langsung dipotong olehnya.
“Tapi...”
“Sudah
ya, sampai ketemu di taman dadah hehe.”
Dia
memutuskan telfonnya, Vienny memang pemaksa dan keras
kepala. Setelahnya, aku melirik kotak
merah yang ada di atas meja ku. Aku mengambil dan memasukan kotak itu ke saku
ku lalu beranjak pergi.
******
Akhirnya
aku sampai ditaman, benar seperti dugaanku pasti akan turun hujan walaupun
tidak sampai hujan badai tapi hujan cukup deras disertai angin yang bertiup
kencang, untung aku sudah menyiapkan payung. Sebelum keluar dari mobil aku
menelfon vienny, hanya tersambung tapi tidak diangkat. Aneh, tidak biasanya dia
tidak mengangkat telfonku. Akhirnya akupun keluar dari mobil, kugenggam
payungku erat, karena angin cukup kencang untuk menerbangkan payungku, sambil
terus kucoba menghubungi vienny aku berjalan di disekitar taman.
Sepi.
Siapa juga orang yang mau ke taman saat sedang hujan deras begini- kecuali aku
dan kekasihku yang keras kepala itu tentunya. Hp ku berdering, saat kulihat
telfon itu dari vienny dengan cepat langsung kuangkat, tapi bukan suara vienny
yang kudengar melainkan suara wanita paruh baya.
“Halo?”
“Halo,
saya dari pihak rumah sakit.”
“.............”
Aku diam menunggu kalimat selanjutnya
“Pasien
bernama nama Ratu vienny fitrilya mengalami kecelakaan beberapa saat
yang lalu.”
Bagai
tersambar petir aku tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar, payungku
terjatuh dan tanpa menunggu lama aku langsung berlari menuju mobilku lalu
langsung tancap gas menuju rumah sakit. Tidak peduli dengan jalanan yang licin
dan bisa membuatku kecelakaan dan membahayakan keselamatanku aku tidak peduli,
yang ada di pikiranku hanya satu, vienny.
******
Aku
berlari di koridor rumah sakit, tidak peduli dengan orang-orang yang menatapku
keheranan bahkan ada diantara mereka yang tidak sengaja kutabrak tapi aku tetap
berlari tanpa meminta maaf terlebih dahulu. Aku menuju
ruang UGD. Tempat dimana Vienny berada. Yang seharusnya aku temui di Taman, dan
bukan ku temui di tempat menyebalkan ini.
Dengan
napas terengah-engah akhirnya aku menemukan ruang UGD. Ruangan
yang terasa jauh sekali jika kau sedang dalam keadaan cemas luar biasa.
Tiba-tiba seorang dokter keluar dari dalam ruang UGD.
“Dok, bagaimana keadaannya? Dia baik-baik saja kan? Cepat katakan
dia baik-baik saja! Jawab saya dok!” Dengan napas masih terengah-engah aku melayangkan
pertanyaan bertubi-tubi padanya. Kulihat dia hanya menghela napas dan
menyuruhku untuk tenang terlebih dahulu. Lalu dia menepuk pundakku dan
menyuruhku masuk ke dalam ruangan, ruangan yang serba putih dan bau yang tidak
enak. Kulihat vienny terbaring di atas sebuah kasur rumah
sakit.
Aku berdiri di sampingnya,
Vienny. Darah melekat di pakaiannya yang kini berbaring di depan ku. Matanya
menatapku. Sebuah senyuman terukir di wajahnya.
“Hey...” Dengan suara lirih dia
mencoba untuk bicara.
“Jangan bicara dulu vin.” Dia
menggelengkan kepalanya pelan.
“M-ma..af.. ya.. a-aku
ngerepotin kamu l-la..gi.” Dia bicara dengan terbata. Aku
mencoba untuk tegar
dan tidak menangis. Sungguh jika aku bisa menggantikannya biarkan semua rasa
sakit yang dideritanya pindah kepadaku. Aku tidak kuat melihatnya berbaring
tidak berdaya dengan seluruh rasa sakit yang dideritanya.
“Jangan meminta maaf..” Air
mata yang sedari tadi kutahan akhirnya keluar.
“Ja-ngan menangis..” Dia
tersenyum, dengan semua rasa sakit yang dirasakannya dia
masih bisa tersenyum
untukku.
“Ak-....”
“Menikahlah denganku!” Dengan
cepat kupotong perkataannya, kukeluarkan kotak merah dari saku ku. Kubuka dan
kuambil cincin yang ada didalamnya.
“.............”
“Diam artinya ‘iya’..” Kulihat
dia mengangguk kecil dan kembali tersenyum. Kupasangkan cincin tadi ke jari
manisnya secara perlahan, mencoba untuk tidak menyakitinya.
“Cincin yang i-indah, terima-kasih..”
“...........” Aku hanya diam
membisu dan terus memandangnya. Mencoba untuk mengurangi rasa sakit yang
dirasakannya.
“Aku mengantuk...”
“Jangan tidur vin, kumohon
tetap buka matamu.” Aku berusaha membuat suara ku terdengar biasa. Suara ku
mendadak tercekat begitu saja.
“Hehe.. t-terima..kasih.” Dia
tersenyum dan menutup matanya. Untuk selama-lamanya.
"Bangun, Vin!" Aku
menatap lurus pada wanita di depan ku yang kini 'tidur.' Wajahnya begitu damai.
Flashback
off
Sekarang
aku sudah berada diluar area pemakaman, kulangkahkan kakiku menuju mobilku yang
terparkir di seberang jalan. Masuk kedalam mobilku, kulihat lagi ke arah
pemakaman.
'Tidurlah
dengan tenang, My love.’
--------------------------------------------------------------
Writer By : @Ibnu_FN