Liburan musim panas.
Gadis
itu menjejakan telapak kakinya pada hitam tanah yang telah lama tak diinjaknya.
Entah sudah berapa tahun ia tidak singgah sekalipun ke sana, mungkin karena terlalu
lama mendekam di luar negeri.
Tempat itu tak pernah
berubah.
Jalan masih berupa tanah
dan batu. Rimbun dedaunan melindunginya dari panas mentari. Angin sejuk yang
bertiup sedikit membuat matanya terpejam menikmati saat yang tenang ini.
'Flap'
Sebersit ingatan
melintas, masa lalunya berputar dalam otak. Sembari melangkah, gadis itu mengingat masa lalunya.
-Flashback-
"Kena!!" seru
bocah perempuan saat menemukan temannya yang bersembunyi.
"Yah..." keluh
temannya.
"Sekarang giliran
Rena yang jaga!" tunjuk bocah itu dengan gembira. Kini gilirannya ia
bersembunyi.
Rena menghadap ke pohon.
Ia menutup mata dan mulai menghitung.
"Aku hitung, ya.
Mulai! 1, 2, 3, 4, ..."
Bocah perempuan tadi
juga gerombolan anak yang lain panik. Dengan
terburu-buru ia berlarian mencari lokasi persembunyian aman.
"5, 6, 7, ..."
Hitungan hampir
berakhir.
"8.."
Bocah perempuan tadi
langsung menyembunyikan diri di balik semak-semak. Mungkin sekiranya 3 meter
dari jarak anak yang bertugas jaga.
"Di sini pasti aman!"
gumamnya percaya diri.
"Iya pasti gak
ketahuan, hihihi.."
Kaget, anak perempuan
itu tidak tahu kalau ada anak lain yang juga bersembunyi di tempat itu.
"10!"
Rena pun menyelesaikan
hitungannya, ia mulai mencari teman-temannya yang sedang bersembunyi.
Hitungan selesai.
"Shan, kenapa kamu
sembunyi di sini?" Tanya stella.
Perempuan yang mempunyai
smiling eye’s itupun menoleh.
"Sttt! Tenang, dong
Ci. Di sini 'kan paling aman, nggak bakal ketahuan. Kalau ketahuan juga paling
terakhir," jelas Shania.
Stella cemberut, menggembungkan
pipinya.
"Curang! Kan aku
duluan yang ke sini!" protesnya.
"Sttt! Diam, dong!
Nanti ketahuan dan jaga lagi lho Ci!" bisik Shania.
Stella terpaksa diam, sebenarnya ia ingin
mengomelia Shania. Tapi, Ia sendiri malas harus jaga lagi. Merepotkan.
"Sudah 'kan? Aku
cari, ya!" Teriak rena.
Rena masih mencari
teman-temannya.
Diam.
Tak ada obrolan sama
sekali. Stella masih kesal dengan Shania. Karena hal sepele tadi Meski untuk
anak kecil itu bukan hal sepele.
"Emm... Ci..."
Hening.
"Eh... Cici katanya
kamu mau pergi jauh?"
Stella menghadapkan kepalanya
ke arah Shania, matanya menatap wajah polos Shania.
"Iya..."
Berhenti sejenak.
"Aku akan ikut Ayah
dan Ibu ke luar negeri dan tinggal di sana. Aku pasti berpisah sama
teman-teman... dan mungkin kalian akan lupa aku..." ujarnya. Membendung
sedih air mata yang siap meleleh kapan saja.
"Kami gak akan lupa
Cici! Di sana pasti Cici akan punya banyak teman baru! Aku jamin!" ujar
Shania menyemangati Stella.
"Liburan panjang
Cici 'kan bisa pulang ke sini dan sekalian bawa oleh-oleh buat aku hehe."
sengirnya.
Stella mendengus.
"Huh, maunya."
Isak yang tertahan
menghilang.
"Lalu, kapan
perginya?"
"Besok
pagi..."
Singkat. Tapi, menarik
sedih kembali.
"Kalau
begitu..." belum sempat shania menyelesaikan kata-katanya rena sudah
berteriak dibelakang mereka.
"HAYOO!!"
Deg.
Bikin jantungan.
"Bukannya sembunyi
yang bener, eh... malah ngobrol. Kalian KENA!!" seru Rena.
"Yah... apes deh,"
keluh Stella dan Shania.
"Anak-anak, ayo
pulang sudah sore!"
Seorang ibu setengah
baya berseru, membubarkan permainan bocah-bocah yang terlanjur nyaman.
"Yah.. ci besok sebelum cici pergi kita main lagi ya? Ya?"
"Ya.. " hanya itu jawaban yang dilontarkan stella. Merekapun berpisah
untuk pulang kerumah masing-masing.
Hari telah sore. Mentari
sayu akan terlelap ditelan gelap. Tugasnya terganti, rembulan pun muncul yang juga disambut oleh suara binatang malam. Namun, malam
itu terasa lebih sunyi.
----
Beberapa langkah lagi.
Tempat itu perjuangan
terakhirnya.
Hanya itu.
Tak lain.
----
Fajar telah menjelang, kokok
ayam jantan menyertai Pagi. Namun matahari belum sepenuhnya terbangun. Gadis
cilik itu bersiap pergi, setumpuk koper telah masuk bagasi. Paspor dan tiket
pesawat siap melayangkannya jauh dari tempat itu.
Keluarga gadis cilik itu
berpamitan pada sosok laki-laki dan perempuan yang telah uzur, Dan meninggalkan
pesan.
"Ayo, Stella."
Stella melangkah menaiki
mobil.
"Cici!!"
Gadis cilik itu
melengos, mencari sumber suara barusan dari balik kaca mobil. Menyingkapnya,
Mengeluarkan tulang kepalanya sebagian.
"Shan..."
"Ci... hosh... kita kan belum main lagi ci!! Kenapa cici malah udah
mau pergi?!! Cici jahat!!!” Shania berteriak mengomeli stella. Meskipun begitu
bocah kecil yang sedang marah itu tidak bisa menahan air matanya.
"Maaf shan.. aku..." Stella pun ikut menangis, ia tidak tau harus bicara
apa ke sahabatnya. Sahabatnya yang sangat nyebelin namun sangat disayanginya.
"kalau liburan main ke sini
lagi ya!! Harus janji!!" belum sempat stella selesai bicara Shania sudah
menyela omongannya.
"Iya, aku janji!!"
Tersenyum.
"Aku pergi dulu!!"
pamitnya.
Melaju.
" Janji ya!! Jangan lupa kirim
surat juga!" tambah Shania Melambaikan tangan.
"Kamu juga!"
Berlari. Mengejar.
" Cici selalu ingat aku ya! Jangan sampe lupa
hehehe.."
Terakhir. Stella hanya
mengangguk dalam mobil yang melaju, Sosok Shania semakin kecil dan menjauh dari
pandangan Shania.
Tertutup gelap.
Dan lenyap.
-Flashback end-
"Stella, selamat
datang!"
Sambutan bergema berasal
dari seorang perempuan tua.
'Flap'
Sadar, Stella telah sampai di depan rumah neneknya. Tempat kenangan
yang tak pernah sekalipun mengalami perubahan.
"Ayo
masuk dulu. Kamu pasti lelah dari perjalanan jauh." ajak nenek Stella.
Stella
meletakkan ranselnya, memandang ke langit lagi.
"Nanti
saja nek." Senyumnya pahit.
"Aku
mau ke makamnya dulu."
Berjalan
meninggalkan ranselnya. Meninggalkan neneknya, Meninggalkan gubuk yang akan ia
tempati nanti.
Ia pun pergi
ke suatu tempat.
Ke sebuah
makam.
Dia
menangis dan Berdoa.
Untuk
sahabatnya.
Sahabat
masa kecilnya.
"Aku
baru tahu kemarin lusa..."
Yang
meninggal setahun lalu karena tabrak lari.
"Maafkan
aku, Shania..."
Air
matanya Jatuh.
Meleleh.
Membasahi
tanah duka.
"Semoga
kau tenang di alam sana, sahabatku... "
“Apakah arti sebuah sahabat?
Satu jiwa yang bersemayam
Dalam dua tubuh.
Aku takkan melupakanmu.”
Writer By : @Ibnu_FN